http://static.becomegorgeous.com/img/arts/2009/Sep/18/1188/teenbeautymakeup.jpg |
Resty, seorang remaja berusia 17 tahun, sibuk mempersiapkan diri untuk pesta ulang tahun sahabatnya ke-17 yang akan berlangsung seminggu lagi. Ia sengaja membeli gaun baru yang cukup mahal dan sepatu dengan hak tujuh sentimeter karena pesta ulang tahun sahabat karibnya akan dilaksanakan di sebuah restoran mewah dan mengundang ratusan orang. Selain itu, ia telah membuat janji dengan sebuah salon untuk mendandaninya agar terlihat lebih cantik di pesta sahabatnya nanti. Namun, di luar dugaan, sehari sebelum hari ulang tahun sahabatnya, saat segalanya sudah selesai dipersiapkan, Resty malah memutuskan untuk tidak datang ke pesta ulang tahun sahabatnya. Saat teman-temannya bertanya pada Resti alasan ia tidak menghadiri ulang tahun sahabatnya, Resty menjawab,”Tiba-tiba ada jerawat gede di hidungku, aku ga pede ah buat dateng ke pestanya.”
Kejadian tersebut tentu tidak asing lagi di kalangan remaja wanita. Hanya karena satu jerawat di wajah, seorang remaja wanita rela tidak datang ke acara ulang tahun sahabatnya sendiri. Selain itu, ada pula kejadian lainnya seperti seorang remaja wanita tidak mau masuk sekolah karena kulit wajahnya kering atau kulit tangan dan kakinya kering sehingga terlihat ‘bersisik’. Banyak remaja wanita yang menjadi tidak percaya diri hanya karena penampilannya yang tidak memuaskan. Menurut saya, penampilan adalah faktor utama yang mempengaruhi self-esteem seorang remaja wanita.
http://remaja.suaramerdeka.com/wp-content/uploads/2008/12/bohemianstyle2.jpg |
Penampilan dalam konteks ini adalah penampilan secara fisik: bentuk tubuh, pakaian, dandanan, aksesoris, potongan rambut, dan penampilan fisik lainnya. Definisi self-esteem menurut Steinberg (1999) adalah cara seseorang memandang dirinya sendiri secara positif maupun negatif (p.434). Remaja wanita yang dimaksud adalah wanita berusia 13-20 tahun, seperti yang dikemukakan oleh Steinberg (1999).
Ada banyak penyebab penampilan menjadi faktor utama yang mempengaruhi self-esteem seorang remaja wanita. Pertama, penampilan sangat mempengaruhi kepopuleran di kalangan remaja. Jika kita amati kehidupan anak remaja, remaja pria yang populer adalah remaja pria yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga, sedangkan remaja waita populer adalah remaja wanita yang memiliki penampilan yang menarik dan biasanya tergabung dalam ekstrakurikuler cheerleader atau modern dance seperti yang diungkapkan oleh Steinberg (1999, p.234). Para remaja menilai remaja wanita berpenampilan menarik biasanya adalah remaja wanita yang cantik, berkulit putih, langsing (terkadang terlalu langsing), memiliki tinggi badan cukup tinggi dibanding remaja wanita lainnya, serta memakai pakaian yang sedang menjadi tren saat itu seperti rok di atas lutut dan baju yang ketat.
imgurl=http://www.girlznight.co.uk/magazine/wp-content/ uploads/2009/05/teen-vogue-salena-gomez.jpg |
Pemikiran mengenai remaja wanita populer tersebut masuk ke dalam pikiran para remaja melalui media-media seperti televisi, majalah, dan internet. Pada era tahun 1999, Steinberg (1999) mengungkapkan bahwa majalah memegang peranan utama dalam membentuk pemikiran para remaja, seakan-akan majalah-majalah saat itu mengatakan bahwa penampilan fisik yang ‘ideal’ adalah cara untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dalam hidup seorang remaja wanita (p.234). Sayangnya, sekarang ini, tidak hanya majalah remaja yang menyampaikan ‘pesan’ tersebut. Film-film dan acara di televisi, cerita-cerita komik, bahkan artikel-artikel di internet turut menanampakn pola pikir kepada remaja wanita bahwa penampilan fisik yang ‘ideal’ akan membawa kebahagiaan kepada sang remaja.
Pengaruh dari media-media tersebut mengantarkan remaja pada alasan kedua penyebab penampilan menjadi faktor utama pembentuk self-esteem seorang remaja wanita. Cerita-cerita yang ada di artikel majalah remaja dan komik-komik remaja seringkali mengangkat kisah seorang remaja wanita yang ‘culun’ dan tidak populer (bertubuh pendek, memakai kacamata, rambut ditata seadanya, pakaian panjang dan tertutup, tanpa make-up, berjerawat, dan gemuk) yang jatuh cinta kepada seorang pria yang populer dan berparas menawan (tinggi, kekar, pemain basket/atlet/sepak bola atau seorang pria yang jenius), namun pria tersebut telah ditaksir/berpacaran dengan seorang remaja wanita yang populer dan cantik (tinggi, berambut panjang, putih, langsing, memakai make-up, pakaian ketat dan pendek). Akhirnya, remaja yang tidak populer tersebut melakukan berbagai cara untuk membuat dirinya menjadi cantik, baik meminta bantuan temannya atau berusaha sendiri, sehingga akhirnya sang remaja pria yang populer tersebut jatuh cinta padanya dan berpacaran dengannya. Ya, melalui cerita-cerita tersebut, para remaja memiliki pola pikir bahwa remaja pria akan menyukai remaja wanita yang memiliki penampilan fisik yang menarik.
http://www.clipartoday.com/_thumbs/014/Tennis_tnb.png |
Memang, saat remaja, sebagian besar remaja pria akan menyukai seorang remaja wanita karena penampilan fisiknya yang menarik. Dunia remaja adalah saat-saat ‘cinta monyet’ bersemi, remaja mulai merasa tertarik kepada lawan jenisnya dan ingin berada lebih dekat dengan orang yang ia sukai dengan berpacaran. Namun, remaja masih sangat labil sehingga seringkali menyukai lawan jenisnya hanya dari penampilan fisiknya. Karena itu, remaja wanita yang paling menarik bagi remaja pria adalah remaja wanita yang memiliki paras menawan, tubuh tinggi dan langsing, serta memakai pakaian yang modis dibanding remaja wanita yang berprestasi dalam akademis maupun remaja wanita yang ber-attitude baik.
Karena remaja pria lebih menyukai remaja wanita dengan penampilan yang menarik, banyak remaja wanita yang melakukan segala cara untuk mendapatkan penampilan yang ‘ideal’. Banyak remaja wanita yang melakukan diet tidak sehat untuk mendapatkan tubuh yang langsing dengan harapan remaja pria akan tertarik padanya sehingga dapat menjalani hubungan pacaran yang bahagia dengan pria yang ia sukai. Boyes, Fletcher, Latner (2007) mengungkapkan bahwa salah satu alasan orang melakukan diet adalah untuk menarik perhatian pasangannya dan diet memang memiliki pengaruh terhadap keintiman suatu hubungan (penelitian dilakukan pada pasangan yang belum menikah). Sayangnya, remaja terkadang mengartikan bentuk tubuh ‘langsing’ secara berlebihan sehingga sering terjadi kasus anoreksia dan bulimia serta tetap memaksa diet meskipun remaja tersebut sudah memiliki berat badan ideal.
http://www.dietpillsreviews.co.uk/images/women-diet- pills2.jpg |
Selain melakukan diet, remaja wanita juga melakukan berbagai hal untuk meningkatkan penampilan mereka. Sebagian remaja mulai menggunakan make-up ke sekolah, sekalipun banyak sekolah yang melarang penggunaan make-up saat kegiatan belajar-mengajar. Ada pula remaja wanita yang menggunakan baju seragam yang ketat dan rok seragam yang pendek untuk menunjukkan bentuk tubuh mereka yang ‘ideal’. Mereka berharap, dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut, mereka akan mendapat perhatian dari para remaja pria.
Memang sebagian besar orangtua, guru, dan pihak-pihak yang lebih dewasa (saudara kandung, sepupu, dan sebagainya) berpendapat bahwa penampilan fisik seorang remaja wanita tidak terlalu penting dibanding prestasi akademik dan sikap yang baik. Banyak orangtua yang lebih mempermasalahkan prestasi akademik sang remaja wanita dibanding kepopulerannya maupun penampilannya. Namun, sayangnya, pengaruh peer-group jauh lebih besar dibanding pengaruh dari orangtua dan lainnya dalam membentuk perilaku seorang remaja seperti yang diungkapkan oleh Xie, Li, Boucher, Hutchins, dan Cairns (2006). Terlebih lagi, seringkali pemikiran orangtua berbanding terbalik dengan pemikiran peer-group remaja wanita tersebut dan remaja wanita akan lebih memilih untuk mendengarkan pendapat dari peer-group (Steinberg, 1999, p.253). Masih memiliki hubungan dengan media-media komunikasi (majalah, televisi, internet), banyak peer-group remaja wanita yang memiliki pola pikir bahwa penampilan adalah segalanya bagi seorang remaja wanita, sehingga sang remaja wanita akan lebih memilih untuk peduli dengan penampilannya dibanding prestasi akademiknya.
Untuk mengetahui penampilan yang ‘ideal’ menurut dunia remaja, seorang remaja wanita biasanya meniru dan memperhatikan remaja wanita lainnya (Naragon, 2010). Remaja wanita yang dijadikan patokan ‘ideal’ biasanya adalah remaja wanita yang lebih populer dan digemari oleh para remaja pria. Dengan demikian, para remaja wanita biasanya merasa dituntut untuk mengikuti fashion sang remaja wanita populer jika ingin dirinya diakui oleh peer-group remajanya.
http://0.tqn.com/d/parentingteens/1/0/A/c/young_happy_people.jpg |
Pentingnya penampilan dalam memperoleh kepopuleran, penilaian para remaja pria berdasarkan penampilan, dan kuatnya pengaruh peer-group dalam menanamkan pentingnya penampilan yang menarik memperkuat pendapat saya bahwa penampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi self-esteem seorang remaja wanita. Sekalipun sang remaja wanita berprestasi secara akademik dan berperilaku baik, tanpa penampilan yang menarik, self-esteem yang ia miliki akan lebih rendah dibanding teman-temannya yang tidak terlalu berprestasi secara akademis dan berperilaku kurang baik, namun memiliki penampilan yang menarik. Satu lagi, sang remaja wanita yang berprestasi namun kurang menarik dalam penampilan akan kurang populer dan, tentu saja, remaja pria akan lebih tertarik pada remaja wanita yang cantik namun kurang pintar dibanding yang pintar namun kurang cantik. Dengan kata lain, penampilan adalah jalan menuju kesuksesan bagi seorang remaja wanita. Jika Anda seorang wanita, cobalah ingat kembali masa remaja Anda dan Anda akan setuju dengan pendapat saya.
sumber:
Xie, H., Li, Y., Boucher, S., Hutchins, B. C., & Cairns, B. D. (2006). What makes a girl (or a boy) popular (or unpopular)? African american children's perceptions and developmental differences. Developmental Psychology . doi: 10.1037/0012-1649.42.4.599. Retrieved from http://psycnet.apa.org/journals/dev/42/4/599.html
Steinberg, L. (1999). Adolescence, Fifth Edition. United States of America: McGraw-Hill, Inc.
Boyes, A. D., Fletcher, G. J. O., & Latner, J. D. (2007). Male and female body image and dieting in the context of intimate relationships. Journal of Family Psychology. doi: 10.1037/0893-3200.21.4.764. Retrieved from http://psycnet.apa.org/journals/fam/21/4/764.html
Tulisannya bagus. Bagus dalam artian mengaitkan realita dan teori yang digunakan. Sarannya dalam tulisan ini sih, coba makna sukses yang dimaksud kalau bisa diperjelas lagi, jadi ada ukuran untuk menilai kesuksesan dalam konsep ilmiah yang ada. Terus menulis ya. :-)
BalasHapus