Jumat, 08 Februari 2013

Memberi Bukan Menerima




Setiap umat beragama biasanya memiliki hari raya yang paling mereka nantikan. Sebagian umat Muslim menantikan datangnya hari Lebaran, sedangkan umat Kristen menantikan hari Natal, begitu pula dengan agama lain dengan hari rayanya masing-masing. Seorang teman saya di asrama yang menganut agama Islam sangat menantikan datangnya hari Lebaran. Ia sudah merencanakan apa yang akan ia nikmati di hari Lebaran, bahkan dua bulan sebelum Lebaran! Demikian pula seorang teman saya yang Kristen. Ia sangat menantikan datangnya Natal sehingga ia sudah mempersiapkan rencana untuk Natal bahkan sebelum Desember tiba. Tahukah alasan mengapa banyak orang begitu bersemangat mempersiapkan hari raya yang mereka nantikan?
            “...karena pada hari itu aku akan mendapat hadiah bla, bla, bla...”
            “...karena pada hari itu aku akan berkumpul dengan keluargaku dan menikmati makanan yang sangat enak...”
            “...karena pada hari itu aku akan mendapat berkat yang melimpah..”
            Ya, hal itu yang sering saya dengar dari mulut setiap orang yang beragama. Hal yang dapat saya simpulkan adalah, banyak dari kita yang sangat menantikan suatu hari raya tertentu karena pada hari itu kita berharap akan menerima sesuatu, baik materi, berkat, ketenangan, maupun pemuasan keinginan lainnya.
            Awalnya saya juga berpikir demikian. Saya adalah seorang Kristen dan saya sangat menantikan Natal. Seperti umat Kristen pada umumnya, saya berharap di hari Natal saya bisa mendapatkan berkat Tuhan yang lebih istimewa, hadiah yang indah, ucapan salam dari teman dan saudara, serta kehangatan saat berkumpul bersama keluarga. Namun, hal tersebut berubah ketika saya merayakan Natal dengan anak-anak dari sekolah untuk masyarakat tidak mampu.
            Hari ini saya menghabiskan waktu dengan merayakan Natal bersama teman-teman dari KDM Cibubur, sebuah sekolah untuk masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Kami merayakan Natal dengan mengajak teman-teman di sana bermain bersama tanpa membawa nama agama, karena tidak semua anak di sana adalah umat Kristen. Kami hanya bermain permainan sederhana berupa uji konsentrasi dan menahan tawa. Namun, saat kami mengajak mereka bermain dan mengobrol, saya melihat suatu ketertarikan dan kegembiraan yang terpancar dalam diri mereka, seakan-akan semua itu jarang sekali mereka dapatkan.  Saat kami membagikan kue-kue kecil kepada mereka, terlihat mereka makan dengan lahapnya sambil bertanya nama kue yang mereka makan (saat itu kami membagikan risoles isi sosis mayones dan kue pai). Keceriaan pada wajah mereka semakin terlihat saat kami membagikan sebuah kado kecil kepada masing-masing anak. Kado yang kami berikan hanya kotak pensil dan beberapa alat tulis, namun mereka menganggap kado itu sangat istimewa.
            Perayaan Natal di KDM sukses mengubah pola pikir saya tentang hari raya. Saya yang awalnya memikirkan tentang apa yang akan saya dapatkan ketika Natal berubah menjadi apa yang dapat saya berikan ketika Natal. Saat bermain dengan anak-anak di KDM, saya merasa ingin memberikan apa yang dapat saya berikan, baik itu jatah kue saya, perhatian, senyum, atau tawa. Ya, ada suatu gejolak dalam hati saya yang mendorong saya untuk memberikan apa yang saya miliki untuk membuat mereka tersenyum, sekalipun hal itu merugikan diri saya sendiri. Ternyata, sekalipun ‘memberi’ terkesan merugikan diri sendiri, rasa damai yang didapat jauh lebih besar dibanding kerugian material maupun fisik yang kita rasakan.
Pelajaran paling berharga yang saya dapatkan adalah, baik Natal maupun hari raya lainnya, seharusnya dimaknai dengan ‘memberi’, bukan ‘menerima’. Jangan sampai orientasi kita saat merayakan hari raya kita adalah ‘apa yang akan kita terima’, melainkan ubahlah menjadi ‘apa yang dapat kita beri’. Pemberian kita tidak perlu selalu berbentuk materi, kita dapat memberikan rasa syukur dan penghormatan kita pada Tuhan, perhatian pada orang-orang di sekitar kita, bantuan tenaga, senyum, salam, dan sebagainya. Percayalah, saat kita tidak mementingkan diri kita sendiri, Tuhanlah yang akan mencukupkan segala kebutuhan kita, bahkan membuatnya berlimpah. Selamat memberi!

Esai mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah
Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar